Friday, April 28, 2006
Thursday, April 13, 2006
Selepas Jamuan
Semua telah pergi
Di piring tinggal duri
Duri yang menganga
Jejak-jejak kaki di lantai dingin
Tumpahan saus, nasi basi dan
tulang-tulang ayam berserakan di paru-paruku
Dari jendela kulihat engkau di restoran lain
Bersendawa tak habis-habisnya
Di sebuah pinggan
Ku lihat sepotong ikan bagai diriku
Terendam di kuah yang salah
Hingga rasanya kikuk dan masam di lidah
Maka kukemasi diam-diam sisa bumbu
Kulit bawang dan pecahan telur
Yang berserak dalam batinku
Aku pun, belajar memasak bagi diriku sendiri
Sekali saja kau sebut kata perjamuan
Piring-piring di nadiku segera berderak pecah
Membikin hatiku luka parah
Di piring tinggal duri
Duri yang menganga
Jejak-jejak kaki di lantai dingin
Tumpahan saus, nasi basi dan
tulang-tulang ayam berserakan di paru-paruku
Dari jendela kulihat engkau di restoran lain
Bersendawa tak habis-habisnya
Di sebuah pinggan
Ku lihat sepotong ikan bagai diriku
Terendam di kuah yang salah
Hingga rasanya kikuk dan masam di lidah
Maka kukemasi diam-diam sisa bumbu
Kulit bawang dan pecahan telur
Yang berserak dalam batinku
Aku pun, belajar memasak bagi diriku sendiri
Sekali saja kau sebut kata perjamuan
Piring-piring di nadiku segera berderak pecah
Membikin hatiku luka parah
Dalam Perjamuan
Engkau sudah kekenyangan dengan makanan lain,
menu lain, perjamuan lain
Kala kau datang ke mejaku
Hingga antara sungkan dan tak mengerti
Kau pandangi saja segala masakan yang terhidang di meja makan
Sambil tak putus-putus bersendawa
Kau juga sentuh dengan enggan satu dua makanan
dan kau muntahkan lalu kau tertidur sambil mendengkur
tinggal aku termanggu sendiri bagai orang dungu
Waktu makan sudah lewat
Senja beringsut berangkat ke jantung malam
Nasi dingin, masakan dingin, berkesiur juga suara angin
Sayur basi, teh pun basi apalagi yang mesti ditangisi
Kala Matahari bersinar di cakrawala
Kau terbangun tiba-tiba
Memanggili segala orang
Mencicipi ini dan mencoba itu
Mencemooh ini dan memprotes itu
Lalu sebuah ceramah panjang
Tentang bagaimana mestinya masakan dihidangkan,
Juga cara indah menyusun menu para pemujamu
Mengangguk setuju
Tinggal aku termangu
Sendiri bagai orang dungu
menu lain, perjamuan lain
Kala kau datang ke mejaku
Hingga antara sungkan dan tak mengerti
Kau pandangi saja segala masakan yang terhidang di meja makan
Sambil tak putus-putus bersendawa
Kau juga sentuh dengan enggan satu dua makanan
dan kau muntahkan lalu kau tertidur sambil mendengkur
tinggal aku termanggu sendiri bagai orang dungu
Waktu makan sudah lewat
Senja beringsut berangkat ke jantung malam
Nasi dingin, masakan dingin, berkesiur juga suara angin
Sayur basi, teh pun basi apalagi yang mesti ditangisi
Kala Matahari bersinar di cakrawala
Kau terbangun tiba-tiba
Memanggili segala orang
Mencicipi ini dan mencoba itu
Mencemooh ini dan memprotes itu
Lalu sebuah ceramah panjang
Tentang bagaimana mestinya masakan dihidangkan,
Juga cara indah menyusun menu para pemujamu
Mengangguk setuju
Tinggal aku termangu
Sendiri bagai orang dungu
Sebelum Perjamuan
Dan Kumulai semuanya dengan hatiku
Ku petik bulir padi dan sayuran terbaik dari kebun jiwaku
Kumasak sepenuh rindu, sepenuh mesra Hingga mengepul segala salam dalam darah batinku Maka aku pun datang pada mu,
Menyeduh teh dengan darahku,
Menyiapkan meja perjamuan.
Sudah kubayangkan perjumpaan kita
Dua langit pengalaman, dua dunia berlainan
Membangun cakrawala di meja makan
Tempat bermacam dunia bertautan
Menjelma bunga
Tak kau lihat kesibukanku,
Tak kau tahu keletihanku,
Sendiri menyiapkan masakan di dapur
Namun sungguh benar
tak mampukah engkau dengar desirnya yang berdebur?
Ku petik bulir padi dan sayuran terbaik dari kebun jiwaku
Kumasak sepenuh rindu, sepenuh mesra Hingga mengepul segala salam dalam darah batinku Maka aku pun datang pada mu,
Menyeduh teh dengan darahku,
Menyiapkan meja perjamuan.
Sudah kubayangkan perjumpaan kita
Dua langit pengalaman, dua dunia berlainan
Membangun cakrawala di meja makan
Tempat bermacam dunia bertautan
Menjelma bunga
Tak kau lihat kesibukanku,
Tak kau tahu keletihanku,
Sendiri menyiapkan masakan di dapur
Namun sungguh benar
tak mampukah engkau dengar desirnya yang berdebur?
Subscribe to:
Posts (Atom)